Forgive But Never Forget

“Bullying builds character like nuclear waste creates superheroes”
 

“Hahaha mau ngapain si Andyka? Jadi badut baby huey?!”

Salah satu kalimat (dari banyak kalimat) yang mungkin sudah saya maafkan tapi tidak akan pernah saya lupakan…

As u all know that, saya bukan berasal dari kota Bandung. Ketika sekolah dasar saya sekolah di daerah (Namun jangan salah sekolah dasar yang saya masuki di daerah persaingannya cukup sulit). Ketika masuk ke SMP, orang tua saya memutuskan untuk mengirim saya ke Bandung. Tujuannya tentu untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.

Tentu bagi anak daerah seperti saya, pindah ke kota itu mengerikan. Yang terbayang oleh saya pasti otaknya pintar-pintar. FYI selama saya sekolah dasar di daerah, saya belum pernah sekalipun mencicipi yang namanya juara 1 kelas. Mentok-mentok juara 2 cuma 2 kali dalam 6 tahun saya sekolah.

Berhubung saya dibandung tinggal di daerah bandung selatan, dan saya sekeluarga masih belum tau tentang sekolah-sekolah dibandung. Maka dimasukanlah saya di sekolah terdekat dari rumah.

Yap salah satu sekolah menengah pertama di daerah caringin Bandung. Kebetulan saat itu saya masuk di kelas VII-F. Sebetulnya untuk akademik sendiri saya merasa tidak kesulitan untuk beradaptasi di Bandung ini. Terbukti dengan 2 semester berturut-turut saya berada di peringkat 1 kelas (Mamah saya pun kaget karena di daerah dulu saya belum pernah peringkat 1). Tapi pergaulan di tempat “baru” ini yang saya kaget.

Dimulai dengan pemilihan ketua kelas yang dimenangkan oleh seorang wanita yang terpilih karena bapaknya adalah guru di sekolah saya (bibit nepotisme begitu kental). Sebetulnya saya tidak masalah dengan itu, jika kepemimpinannya baik (atau setidaknya tidak seenaknya).

Bayangkan usia 13 tahun “sang ketua kelas” itu sudah melakukan pembully-an entah itu verbal bahkan fisik, YAP fisik. Dia tidak segan untuk menjambak atau bahkan memukul atau mendorong kepala seseorang ke meja (saya ulangi usia kami rata-rata 13 tahun). Kenapa? Karena faktor “ayah”nya itu dia berani melakukan itu. Bahkan dia berani mengangkat sepupunya (nepotisme is real) menjadi wakil ketua kelas, padahal sikap dan perilakunya jauh dari kesan baik.

Kami sekelas sudah muak dengan kepemimpinannya namun, faktor “ayah” membuat kami tidak berani. Hingga akhirnya kami memberanikan diri mengadu kepada guru matematika kami bpk. Mariana (thank you pak) yang akhirnya beliau bicara kepada wali kelas kami untuk merubah ketua kelas. Dan dikabulkan.

Selama di SMP tersebut saya berada di kelas VII-F , VIII-C dan IX-G. Untuk akademis sendiri betul-betul saya tidak mengalami masalah. Peringkat pertama di kelas VII (2x) & IX (2x), peringkat 5 dan 3 di kelas VIII. Peringkat 3 lomba sains dan peringkat kedua Ujian Nasional se-SMP.

Untuk non-akademis juga saya anggota aktif paskibra dengan jabatan polisi paskibra, pengibar bendera Konferensi Asia Afrika ke-50 se-Bandung, juara umum lomba baris berbaris tingkat SMP dan anggota OSIS aktif dengan jabatan koordinator seksi 3 (Sie. Pertahanan Bela Negara).

Namun dengan prestasi yang menurut saya sendiri cukup mengagetkan untuk bocah kampung macam saya, bukan berarti hidup saya enak di sekolah. Hampir setiap hari saya mendapatkan bully-an (diluar oleh ketua kelas VII).

Biasanya bully-an tidak jauh karena fisik saya yang gempal dan pendek, atau karena saya yang keturunan chinese atau saya yang bersifat lebih lembut dibanding teman laki-laki lain.

Bahkan hingga saya mendapatkan peringkat kedua ujian nasional dan direncanakan akan diparadekan dengan peringkat pertama, seorang anak laki-laki melontarkan kata-kata :

“Hahaha mau ngapain si Andyka? Jadi badut baby huey?!”

Sakit hati? JELAS. Dan saya bersyukur akhirnya yang menjadi pengantin angkatan bukan saya.

Tapi sesuai yang ibu saya ajarkan : Dendam boleh, tapi balas lah dengan hal yang positif. Dan saya lakukan itu. Sekarang kita lihat orang-orang yang membully saya dulu, jadi apa sekarang?


Tapi dengan kejadian di SMP membuat saya mengerti, terkadang pandangan seseorang tidak hanya dilihat dari kualitasnya tapi dari penampilan juga.

Sehingga ketika ada seseorang yang “merubah” penampilan saya saat ini hanya karena alasan tidak masuk akal, tidak akan saya hiraukan. Hanya koreksi-koreksi yang membangun yang akan saya dengar.

Dan saya paham, sejujurnya orang-orang yang membully memiliki ke-insecure-an dalam dirinya. Sehingga dia menutupinya dengan menghina orang lain.

Untuk orang-orang yang pernah di bully, jangan putus semangat dan harapan. Keeps doing good. One day you will looks to your behind and said : “Oh hai kamu yang dulu menghina saya, ternyata hidupmu tidak lebih baik dari saya”

Dan untuk orang-orang yang mungkin merasa pernah membully saya di SMP. Saya ucapkan terimakasih, tanpa kalian saya tidak akan berusaha menjadi lebih baik. Dan saya sudah memaafkan kalian, namun tidak melupakannya 🙂

Comments

Popular posts from this blog

Fighting Dragons With You (How You Can Survive in Medical Jungle)

Special Goodbye