Love Hate Relationship (What doesn't Kill You Makes You Stronger)

Enak Ya jadi dokter...

Suatu pertanyaan yang sering gw dengar, entah dari orang lain bahkan keluarga sendiri..

Jawabannya?

Biasanya gw hanya tersenyum tanpa mengucapkan apa-apa..

Suatu pernyataan enak atau tidak tergantung kepada masing-masing individu yang merasakan dan menilainya secara langsung. Kalau menurut gw enak tapi menurut orang engga? Ya gw gak bisa maksain, begitupun sebaliknya. Tapi menurut gw, jadi dokter itu ya kaya love-hate relationship..

Jadi disaat dulu setiap anak kecil ditanya kalau sudah besar mau jadi apa? Biasanya jawabannya gak jauh dari dokter, guru, astronot atau arsitek. Ya begitu juga gw, jawaban gw ya mainstream aja tapi karena dari kecil gw udah labil gw bisa jawab sesekali dokter sesekali arsitek hahahaha

Tapi sebenerny gw sendiri gatau gw mau jadi apa…

Sampe akhirnya gw tumbuh makin mengerti dari masing-masing profesi itu dan akhirnya gw punya cita-cita. Jadi dokter? Bukan cita-cita saya sebenarnya adalah duta besar.

Tapi sialnya saya bukan anak pertama yang bisa menentukan keinginannya sendiri, keluarga saya entah kenapa memiliki hasrat memiliki anak seorang dokter. Saya dan kaka saya tau itu. Dan untun menjadi seorang dokter tentu harus memilik penjurusan IPA saat di jenjang SMA. Dan kakak saya tanpa persetujuan orang tua saya masuk ke IPS. Luar biasa bukan? Yap so beban anak yang harus menjadi dokter jatuhlah kepada saya.

“Ya kamu tinggal masuk IPS aja lagi”

You know I’m a middle child right?

Ada pemikiran oke, dalam pikiran gw at least kalau gw ngikutin kedua orang tua gw siapa tau bisa agak sayang lah yah mereka ma gw..

Jadi terkuburlah cita-cita gw sebagai duta besar tepat setelah kaka gw masuk IPS. Karena betul saja, ketika gw SMA dan penjurusan orang tua gw memastikan sendiri bahwa gw memilik jurusan IPA walaupun kenyataannya nilai IPA gw jauh dibanding nilai IPS dan bahasa. Bahkan saat memilih jurusan kuliah pun keluar kalimat dari salah satu orang tua gw “kalau gak masuk kedokteran gausah kuliah” luar biasa bukan?

Akhirnya gw diterima disalah satu kedokteran swasta (jangan salah sangka, gw gak masuk negeri karena gw gak daftar dan ga ikut SNMPTN kok, alesannya? Ya gw males tes lagi toh tetep pilihannya cuma boleh satu kedokteran umum doang. YAPS gw bahkan gak boleh ambil kedokteran gigi)

Masa-masa awal kuliah ya sesuai prediksi, gw menjalaninya dengan setengah hati aja. Boro-boro ada kepikiran “gw harus cumlaude” kayak temen-temen gw lain di kampus. Kayaknya buat datang kuliah aja udah perjuangan banget. Sampe beberapa semester gw masih seperti itu. Tapi mungkin memang bener kata orang, pergaulan akan mempengaruhi pola pikir. Sedikit demi sedikit gw mulai ada ketertarikan dengan ilmu di dunia kedokteran ini. Sejak itu gw sedikit-sedikit mulai mengejar ketinggaln gw dari temen-temen yang lain. Jadi gw bisa beres 3,5 tahun tahap sarjana sesuai dengan target yang diberikan oleh universitas.

Masuk tahap profesi, WOW ini baru perjuangan. Gw langsung harus menghadapi pasien yang tentunya memiliki sifat berbeda-beda ada yang baik dan mudah diajak kerjasama ada juga yang sebaliknya. Ditambah jadwal yang luar biasa, contoh jika kita dapat jadwal jaga itu berarti kurang lebih 34 jam gw berada di rumah sakit.

Tapi berhubung gw sudah mulai mencintai dunia kedokteran ini, gw bisa melaluinya walaupun tentu saja dihiasi dengan banyak keluhan. Akhirnya 1,5 tahun tahap profesi selesai dan gw berhak untuk mengikuti ujian kompetensi dokter indonesia (UKDI) atau ujian nasionalnya para dokter umum indonesia gitu.

Sebelum bisa mengikuti UKDI itu, gw harus bisa lolos dulu di ujian komprehensif (Exit Examination) dan Try Out AIPKI. Dan entah kesurupan setan apa gw bisa lulus semua dalam kesempatan pertama Allhamdulillah..

Tentu bukan suatu kebetulan juga, toh sebelum ujian-ujian itu dilaksanakan persiapan yang gw lakuin juga agak gila. Gw bimbingan dikampus dari pagi sampai siang dan lanjut bimbingan di Medicuss sampe malam (dan itu hampir setiap hari)

Jangan tanya mood gw saat itu, HANCUR. Gw bahkan sampai ketemu dokter kejiwaan untuk konsul karena udah ngerasa butuh bantuan saat itu.

Tapi semua itu terbayar lunas ketika gw berhasil lulus dan mengikuti sumpah dokter.

Selesai menjadi dokter ngapain?

Oh gw harus mengikuti program pemerintah yang disebut internship (kebetulan gw dapat wahana di bandung barat cililin) selama 1 tahun.

Tapi kan enak sudah digaji?

Wowowo disaat teman-teman non dokter lain seumur saya sudah bekerja cukup lama dan gaji cukup lumayan, saya baru memulai dan bukan di gaji tapi diberi bantuan hidup dasar yang saat awal itu hanya 2,5 sebulan (kemudian setelah banyak kasus internship meninggal di wahana kerja baru naik menjadi 3,2 perbulan) itupun kadang kami terlambat diberikan oleh pemerintah.

Selesai internship gw sempat berhenti bekerja dulu karena suatu alasan (nanti akan diceritakan dilain kisah) baru setelah sekitar 7 bulan dari selesai saya mulai bekerja di PUSKESMAS.

Bekerja di Puskesmas berarti jamnya mengikuti pegawai negeri jam 7 hingga jam 2 dan hari senin hingga sabtu.

Tapi berhubung memang hati saya tidak nyaman bekerja di Puskesmas dan ditambah ada beberapa ketidaknyamanan yang lain sebut saja kecurangan gaji, 3 bulan saya hanya mendapatkan 600rb (sangat tidak masuk akal) akhirnya gw keluar.

Bukan mata duitan bukan, tapi yakali gw mana bisa hidup 3 bulan 600rb (BBM aja ga kebeli kan)

Akhirnya sekarang untuk memenuhi kebutuhan gw yang dibilang mewah juga engga cuma cukup aja, gw harus kerja di 2 RS di kota Bandung dan Sumedang serta 1 klinik di Ciamis..

Yaps gw dalam seminggu bulak-balik 3 kota itu. Capek? Jelas tapi setidaknya gw dapat pengalaman, relasi yang banyak dan kehidupan gw lumayan cukup tanpa minta ortu gw..

Oia buat sistem kerja sebagai dokter umum yang kerja di RS, tentu saja ada jaga malam atau marathon jaga supaya bisa dapat cuti..

“Ya jangan cuti dong?”

Terus ijin praktik saya gak bisa diperpanjang dong? Karena kebanyakan saya cuti untuk seminar dan mendapat SKP untuk perpanjang surat ijin praktik. Yap dokter harus perpanjang surat ijin praktik per 5 tahun. Sekaligus untuk memperkuat cv supaya bisa sekolah lagi.

“Sekolah lagi?”

Yaps untuk menjadi spesialis tentu kita harus sekolah lagi, so stop buat ngomong “oh baru dokter umum”, karena kita tidak bisa langsung sekolah spesialis, kita harus lulus dokter umum dulu, pengabdian dulu, bekerja dulu, baru ikut tes untuk sekolah lagi dan kalau beruntung masuk, berartk lu harus sekolah lagi tergantung bagian yang lu mau (kalau bagian yang gw incer ya 3 tahun)

Dan kadang kita pun harus jarang bertemu keluarga karena kerjaan kita di RS, termasuk di hari raya (orang sakit kan ga kenal hari raya, so rumah sakit harus tetap buka)

Apakah lu menyesal? Yaps, terkadang saya nyesel ngikutin apa kata ortu apalagi setelah tau ortu membebaskan adik gw buat pilih jurusan kuliahnya (gak fair aja gitu) atau saat ada orang-orang yg menghina dan melecehkan profesi dokter padahal mereka tidak tahu bagaimana sebenarnya profesi kami. Pasti ada oknum tapi bukankah semua profesi seperti itu?

Tapi dibalik penyesalan gw juga bahagia dan terlanjur jatuh cinta sama profesi ini. Kenapa? Ketika gw harus menganalisis suatu penyakit dan mendapatkan jawabannya ada kepuasan sendiri disitu. Dan ketika ada pasien yang ramah dan tersenyum apalagi setelah sehat dengan batuan gw, thats so priceless…

So that’s why I called this “Love-Hate Relationship”

Jadi, masih mau jadi dokter?

Comments

Popular posts from this blog

Fighting Dragons With You (How You Can Survive in Medical Jungle)

Special Goodbye

Forgive But Never Forget